1.
Pengertian Emosi
Menurut
Syamsudin (2005:114), emosi adalah
suatu suasana yang kompleks (a complex
feeling state) dan getaran jiwa (a
strid up state) yang menyertai atau munculnya sebelum dan sesudah
terjadinya perilaku.
Menurut
Crow & Crow (1958), emotion is
an affective experience that accompanies generalized inner adjustment and
mental physiological stirred up states in the individual, and that shows it
self in his overt behavior (emosi adalah pengalaman afektif yang disertai
penyesuaian dari dalam diri individu tentang keadaan mental dan fisik dan
berwujud suatu tingkah laku yang tampak).
Menurut James
& Lange, emosi timbul karena pengaruh perubahan jasmaniah atau kegiatan
individu, misalnya menangis karena sedih, tertawa karena gembira.
Sedangkan menurut Lindsley, emosi disebabkan oleh pekerjaan yang terlampau keras dari
susunan syaraf terutama otak, misalnya apabila individu mengalami frustasi,
susunan syaraf bekerja sangat keras sehingga menimbulkan sekresi
kelenjar-kelenjar tertentu yang dapat mempertinggi pekerjaan otak, maka hal itu
menimbulkan emosi.
2.
Pengaruh Emosi Terhadap Perilaku dan Perubahan Fisik
Pengaruh emosi terhadap perilaku
individu diantaranya sebagai berikut:
1)
memperkuat
semangat (apabila orang merasa senang atau puas atas hasil yang telah dicapai),
2)
melemahkan
semangat (apabila timbul rasa kecewa karena kegagalan dan sebagai puncak dari
keadaan ini ialah timbulnya rasa putus asa atau frustasi),
3)
menghambat
atau mengganggu konsentrasi belajar (apabila sedang mengalami ketegangan emosi),
4)
menimbulkan
sikap gugup (nervous) dan gagap dalam berbicara,
5)
terganggu
penyesuaian sosial (apabila terjadi rasa cemburu dan iri hati).
Suasana
emosional yang diterima dan dialami individu semasa kecilnya akan mempengarui
sikapnya dikemudian hari, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang
lain (Yusuf, 2004 : 115).
Sedangkan perubahan emosi terhadap
perubahan fisik (jasmani) menurut Sunarto (2002:150) antara lain:
1)
reaksi
elektris pada kulit (meningkat bila terpesona),
2)
peredaran
darah (bertambah cepat bila marah),
3)
denyut
jantung (bertambah cepat bila terkejut),
4)
pernapasan
(bernapas panjang kalau kecewa),
5)
pupil
mata (membesar bila marah),
6)
liur
(mengering kalau takut atau tegang),
7)
bulu
roma (berdiri kalau takut),
8)
pencernaan
(mencret-mencret kalau tegang),
9)
otot
(ketegangan dan ketakutan menyebabkan otot menegang atau bergetar/tremor),
10) komposisi darah (komposisi darah akan
ikut berubah karena emosional yang menyebabkan kelenjar-kelenjar lebih aktif).
3.
Karakteristik Emosi pada Remaja
Secara
tradisional masa remaja dianggap sebagai periode “badai dan tekanan”, suatu
masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan
kelenjar. Meningginya emosi terutama karena anak laki-laki dan perempuan berada
dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru, sedangkan selama masa
kanak-kanak ia kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan-keadaan itu.
Tidak semua remaja mengalami masa badai
dan tekanan. Namun benar juga bila sebagian besar remaja mengalami ketidakstabilan
dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi dari usaha penyesuaian diri pada pola
prilaku baru dan harapan sosial yang baru. (Hurlock, 2002 :213).
4.
Pola Emosi Remaja
Pola emosi remaja adalah sama dengan
pola emosi kanak-kanak. Jenis emosi yang secara normal dialami adalah
cinta/kasih sayang, gembira, amarah, takut dan cemas, cemburu, sedih, dan
lain-lain. Perbedaan yang terlihat terletak pada macam dan derajat rangsangan
yang mengakibatkan emosinya, dan khususnya pola pengendalian yang dilakukan
individu terhadap ungkapan emosi remaja.
- Cinta/Kasih Sayang
Faktor
penting dalam kehidupan remaja adalah kapasitasnya untuk mencintai orang lain
dan kebutuhannya untuk mendapatkan cinta dari orang lain. Kemampuan untuk
menerima cinta sama pentingnya dengan kemampuan untuk memberinya.
Walaupun
remaja bergerak ke dunia pergaulan yang lebih luas, dalam dirinya masih
terdapat sifat kekanak-kanakanya. Remaja membutuhkan kasih sayang di rumah yang
sama banyaknya dengan apa yang mereka alami pada tahun-tahun sebelumnya. Karena
alasan inilah sikap menentang mereka, menyalahkan mereka secara langsung,
mengolok-olok mereka pada waktu pertama kali karena mencukur kumisnya, adanya
perhatian terhadap lawan jenisnya, merupakan tindakan yang kurang bijaksana.
Tidak
ada remaja yang dapat hidup bahagia dan sehat tanpa mendapatkan cinta dari
orang lain. Kebutuhan untuk memberi dan menerima cinta menjadi sangat penting,
walaupun kebutuhan-kebutuhan akan perasaan itu disembunyikan secara rapi. Para
remaja yang berontak secara terang-terangan, nakal, dan mempunyai sikap
permusuhan besar kemungkinan disebabkan oleh kurangnya rasa cinta dan dicintai
yang tidak disadari. (Sunarto, 2002:152)
Kebutuhan
akan kasih sayang dapat diekspresikan jika seseorang mencari pengakuan dan
kasih sayang dari orang lain, baik orang tua, teman dan orang dewasa lainnya.
Kasih sayang akan sulit untuk dipuaskan pada suasana yang mobilitasnya tinggi. Kebutuhan akan
kasih sayang dapat dipuaskan melalui hubungan yang akrab dengan yang lain.
Kasih sayang merupakan keadaan yang dimengerti secara mendalam dan diterima dengan
sepenuh hati, kegagalan dalam mencapai kepuasan kebutuhan kasih sayang
merupakan penyebab utama dari gangguan emosional (Yusuf , 2005:206)
- Gembira dan Bahagia
Perasaan
gembira dari remaja belum banyak diteliti. Perasaan gembira sedikit mendapat
perhatian dari petugas peneliti daripada perasaan marah dan takut atau tingkah
problema lain yang memantulkan kesedihan. Rasa gembira akan dialami apabila
segala sesuatunya berlangsung dengan baik dan para remaja akan mengalami
kegembiraan jika ia diterima sebagai seorang sahabat atau bila ia jatuh cinta
dan cintanya itu mandapat sambutan oleh yang dicintai.
Perasaan
bahagia ini dihayati secara berbeda-beda oleh setiap individu. Bahagia muncul
karena remaja mampu menyesuaikan diri dengan baik pada suatu situasi, sukses
dan memperoleh keberhasilan yang lebih baik dari orang lain atau berasal dari
terlepasnya energi emosional dari situasi yang menimbulkan kegelisahan dirinya.
- Kemarahan dan Permusuhan
Sejak
masa kanak-kanak, rasa marah telah dikaitkan dengan usaha remaja untuk mencapai
dan memiliki kebebasan sebagai soerang pribadi yang mandiri. Rasa marah
merupakan gejala yang penting diantara emosi-emosi yang memainkan peranan yang
menonjolkan dalam perkembangan kepribadian.
Dalam
upaya memahami remaja, ada empat faktor yang sangat penting sehubungan dengan
rasa marah.
1)
Adanya
kenyataan bahwa perasaan marah berhubungan dengan usaha manusia untuk memiliki
dirinya dan menjadi dirinya sendiri. Selama masa remaja, fungsi marah terutama
untuk melindungi haknya untuk menjadi independent, dan menjamin hubungan antara
dirinya dan pihak lain yang berkuasa.
2)
Pertimbangan
penting lainnya ialah ketika individu mencapai masa remaja, dia tidak hanya
merupakan subjek kemarahan yang berkembang dan kemudian menjadi surut, tetapi
juga mempunyai sikap-sikap di mana ada sisa kemarahan dalam bentuk permusuhan
yang meliputi kemarahan masa lalu. Sikap permusuhan berbentuk dendam,
kesedihan, prasangka, atau kecenderungan
untuk merasa tersiksa. Sikap permusuhan tampak
dalam cara-cara yang bersifat pura-pura; remaja bukannya menampakkan kemarahan
langsung tetapi remaja lebih menunjukkan keinginan yang sangat besar.
3)
Perasaan
marah sengaja disembunyikan dan seringkali tampak dalam bentuk yang
samar-samar. Bahkan seni dari cinta mungkin dipakai sebagai alat kemarahan.
4)
Kemarahan
mungkin berbalik pada dirinya sendiri. Dalam beberapa hal, aspek ini merupakan
yang sangat penting dan juga paling sulit dipahami. (Sunarto, 2002:154)
- Ketakutan dan Kecemasan
Menjelang
anak mencapai remaja, dia telah mengalami serangkaian perkembangan panjang yang
mempengaruhi pasang surut berkenaan dengan rasa ketakutannya. Beberapa rasa
takut yang terdahulu telah teratasi, tetapi banyak yang masih tetap ada. Banyak
ketakutan-ketakutan baru muncul karena adanya kecemasan dan rasa berani yang
bersamaan dengan perkembangan remaja itu sendiri.
Remaja
seperti halnya anak-anak dan orang dewasa, seringkali berusaha untuk mengatasi
ketakutan yang timbul dari persoalan kehidupan. Tidak ada seorangpun yang
menerjunkan dirinya dalam kehidupan dapat hidup tanpa rasa takut. Satu-satunya
cara untuk menghindarkan diri dari rasa takut adalah menyerah terhadap rasa
takut, seperti terjadi bila seorang begitu takut sehingga ia tidak berani
mencapai apa yang ada sekarang atau masa depan yang tidak menentu.
Rasa
takut yang disebabkan otoriter orang tua akan menyebabkan anak tidak berkembang
daya kreatifnya dan menjadi orang yang penakut, apatis, dan penggugup.
Selanjutnya sikap apatis yang ditimbulkan oleh otoriter orang tua akan mengakibatkan
anak menjadi pendiam, memencilkan diri, tak sanggup bergaul dengan orang lain. (Willis, 2005:57)
- Frustasi dan Dukacita
Frustasi
merupakan keadaan saat individu mengalami hambatan-hambatan dalam pemenuhan
kebutuhannya, terutama bila hambatan tersebut muncul dari dirinya sendiri.
Konsekuensi frustasi dapat menimbulkan perasaan rendah diri.
Dukacita
merupakan perasaan galau atau depresi yang tidak terlalu berat, tetapi
mengganggu individu. Keadaan ini terjadi bila kehilangan sesuatu atau seseorang
yang sangat berarti buat kita. Kalau dialami dalam waktu yang panjang dan
berlebihan akan menyebabkan kerusakan fisik dan psikis yang cukup serius hingga
depresi. (http://www.kompas.com/kompas-cetak/htm)
5.
Ciri-ciri Emosi
Biehler
(1972) (Sunarto, 2002:155) membagi ciri-ciri emosional remaja menjadi dua
rentang usia, yaitu usia 12–15 tahun dan usia 15–18 tahun.
Ciri-ciri emosional remaja usia 12-15
tahun :
a.
Pada
usia ini seorang siswa/anak cenderung banyak murung dan tidak dapat diterka.
b.
Siswa
mungkin bertingkah laku kasar untuk menutupi kekurangan dalam hal rasa percaya
diri.
c.
Ledakan-ledakan
kemarahan mungkin saja terjadi.
d.
Seorang
remaja cenderung tidak toleran terhadap orang lain dan membenarkan pendapatnya
sendiri yang disebabkan kurangnya rasa percaya diri.
e.
Remaja
terutama siswa-siswa SMP mulai mengamati orang tua dan guru-guru mereka secara
lebih obyektif.
Ciri-ciri emosional remaja usia 15–18
tahun:
a.
‘Pemberontakan’
remaja merupakan pernyataan-pernyataan/ekspresi dari perubahan yang universal
dari masa kanak-kanak ke dewasa.
b.
Karena
bertambahnya kebebasan mereka, banyak remaja yang mengalami konflik dengan
orang tua mereka.
c.
Siswa
pada usia ini seringkali melamun, memikirkan masa depan mereka. Banyak di
antara mereka terlalu tinggi menafsirkan kemampuan mereka sendiri dan merasa
berpeluang besar untuk memasuki pekerjaan dan memegang jabatan tertentu.
6.
Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi
Sejumlah
penelitian tentang emosi anak menunjukkan bahwa perkembangan emosi mereka
bergantung kepada faktor kematangan dan faktor belajar (Hurlock, 2002: 154).
Reaksi emosional yang tidak muncul pada awal kehidupan tidak berarti tidak ada,
reaksi tersebut mungkin akan muncul dikemudian hari, dengan berfungsinya sistem
endokrin. Kematangan dan belajar terjalin erat satu sama lainnya dalam
mempengaruhi perkembangan emosi.
Untuk mencapai kematangan emosi, remaja
harus belajar memperoleh gambaran tentang situasi yang dapat menimbulkan reaksi
emosional. Adapun caranya adalah dengan membicarakan pelbagai masalah
pribadinya dengan orang lain. Keterbukaan, perasaan dan masalah pribadi
dipengaruhi sebagian oleh rasa aman dalam hubungan sosial dan sebagian oleh
tingkat kesukaannya pada “orang sasaran” (Hurlock, 2002:213).
7.
Metode Belajar yang Menunjang Perkembangan Emosi
Metode belajar yang menunjang
perkembangan emosi antara lain :
a.
Belajar
dengan coba-coba
b.
Belajar
dengan cara meniru
c.
Belajar
dengan cara mempersamakan diri (learning by identification)
d.
Belajar
melalui pengkondisian
e.
Belajar
dibawah bimbingan dan pengawasan, terbatas pada aspek reaksi (Sunarto,
2002:158)
8.
Perbedaan Individual dalam Perkembangan Emosi Remaja
Dengan
meningkatnya usia anak, semua emosi diekspresikan secara lebih lunak karena
mereka telah mempelajari reaksi orang lain terhadap luapan emosi yang
berlebihan, sekalipun emosi itu berupa kegembiraan atau emosi yang menyenangkan
lainnya. Selain itu karena anak-anak mengekang sebagian ekspresi emosi mereka,
emosi tersebut cenderung bertahan lebih lama daripada jika emosi itu
diekspresikan secara lebih terbuka. Oleh sebab itu, ekspresi emosional mereka
menjadi berbeda-beda.
Perbedaan
itu sebagian disebabkan oleh keadaan fisik anak pada saat itu dan taraf
kemampuan intelektualnya, dan sebagian lagi disebabkan oleh kondisi lingkungan.
Anak yang sehat cenderung kurang emosional dibandingkan dengan anak yang kurang
sehat. Ditinjau kedudukannya sebagai anggota suatu kelompok, anak-anak yang
pandai bereaksi lebih emosional terhadap berbagai macam rangsangan dibandingkan dengan anak-anak yang
kurang pandai. Tetapi sebaliknya, mereka juga cenderung lebih mampu
mengendalikan ekspresi emosi.
Ditinjau kedudukannya sebagai anggota
suatu kelompok keluarga, anak laki-laki lebih sering dan lebih kuat
mengekspresikan emosi yang sesuai dengan jenis kelamin mereka. Misalnya marah
bagi laki-laki, dibandingkan dengan emosi takut, cemas, dan kasih sayang yang
dianggap lebih sesuai bagi perempuan. Rasa cemburu dan marah lebih umum
terdapat di kalangan keluarga besar, sedangkan rasa iri lebih umum umum
terdapat di kalangan keluarga kecil. Rasa cemburu dan ledakan marah juga lebih
umum dan lebih kuat di kalangan anak pertama dibandingkan dengan anak yang
lahir kemudian dalam keluarga yang sama.
9.
Hubungan Antara Emosi dan Tingkah Laku
Rasa
takut dan marah dapat menyebabkan seseorang
gemetar. Dalam ketakutan, mulut menjadi kering, cepatnya jantung berdetak, derasnya
aliran darah, sistem pencernaan mungkin berubah selama permunculan emosi.
Keadaan emosi yang menyenangkan dan relaks berfungsi sebagai alat pembantu
untuk mencerna, sedangkan perasaan tidak enak menghambat pencernaan.
Gangguan
emosi dapat menjadi penyebab kesulitan berbicara. Hambatan-hambatan dalam
berbicara tertentu telah ditemukan bahwa tidak disebabkan oleh kelainan dalam
organ berbicara. Ketegangan emosional yang cukup lama mungkin menyebabkan
seseorang menjadi gagap.
Sikap
takut, malu-malu merupakan akibat dari ketegangan emosi dan dapat muncul dengan
hadirnya individu tertentu. Karena reaksi kita yang berbeda-beda terhadap
setiap orang yang kita jumpai, maka jika kita merespon dengan cara yang sangat
khusus terhadap hadirnya individu tertentu akan merangsang timbulnya emosi
tertentu.
Suasana emosional yang penuh tekanan di
dalam keluarga berdampak negatif terhadap perkembangan remaja. Sebaliknya
suasana penuh kasih sayang, ramah, dan bersahabat amat mendukung pertumbuhan
remaja menjadi manusia yang bertanggung jawab terhadap keluarga. Dengan
demikian dialog antara orang tua dengan remaja sering terjadi. Dalam dialog
tersebut mereka akan mengungkapkan keresahan, tekanan batin, cita-cita,
keinginan, dan sebagainya. Akhirnya jiwa remaja akan makin tenang. Jika
demikian maka remaja akan mudah diajak untuk bekerja sama dalam rangka
mengajukan dirinya dibidang pendidikan dan karir. (Willis,2005:22)
10. Upaya
Pengembangan dan Pengelolaan Emosi serta Implikasinya dalam Penyelenggaraan
Pendidikan
Rasa marah, kesal, sedih atau gembira
adalah hal yang wajar yang tentunya sering dialami remaja meskipun tidak setiap
saat. Pengungkapan emosi itu ada juga aturannya. Supaya bisa mengekspresikan
emosi secara tepat, remaja perlu pengendalian emosi. Akan tetapi, pengendalian
emosi ini bukan merupakan upaya untuk menekan atau menghilangkan emosi
melainkan:
a.
Belajar
menghadapi situasi dengan sikap rasional
b.
Belajar
mengenali emosi dan menghindari dari penafsiran yang berlebihan terhadap
situasi yang dapat menimbulkan respon emosional. Untuk dapat menanfsirkan yang
obyektif, coba tanya pendapat beberapa orang tentang situasi tersebut.
Bagaimana memberikan respon terhadap situasi
tersebut dengan pikiran maupun emosi yang tidak berlebihan atau proporsional,
sesuai dengan situasinya, serta dengan cara yang dapat diterima oleh lingkungan
sosial
Tidak ada komentar:
Posting Komentar